Minggu, 22 April 2012

Macam macam perjanjian Internasional


Perjanjian internasional adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional (misalnya negara, lembaga internasional)  yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan.Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan kedalam 8 (Delapan) segi, yaitu:
  1. Berdasarkan Jumlah Pesertanya
  2. Berdasarkan Subjeknya
  3. Berdasarkan Objeknya/Isinya
  4. Berdasarkan Instrumennya
  5. Berdasarkan Kaidah hukum yang Dilahirkannya
  6. Berdasarkan Prosedur atau Tahap Pembentukannya
  7. Berdasarkan Cara Berlakunya
  8. Berdasarkan jangka waktu berlakunya

A.     Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Pesertanya
Secara garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam:
  1. Perjanjian Internasional Bilateral
            Perjanjian Internasional Bilateral yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
Contoh Perjanjian Internasional Bilateral:
q  Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang        pemberantasan, penyelundupan dan bajak         laut.
q  perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955       tentang dwi kewarganegaraan.
q  perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan          Singapura         yang ditandatangani pada tanggal           27 April 2007 di            Tampaksiring, Bali.

2.      Perjanjian Internasional Multilateral
Perjanjian Internasional Multilateral yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.
Contohnya:
q  Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang          Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona           Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua).
q  konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan    diplomatik),dan
q  konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang    perlindungan korban perang).

B.     Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya
Perjanjian Internasional berdasarkan subjeknya terbagi atas :
  1. Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
  2. Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
  3. Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya.
Contohnya:
q  Perjanjian antar organisasi internasional             Tahta    suci      (Vatikan) dengan          organisasi MEE.
q  Kerjasama ASEAN dan MEE.

C.     Perjanjian Internasional Berdasarkan Objeknya/Isinya
Dari segi objek/isi, perjanjian internasional dapat berisi tentang :
  1. Segi politik, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
  2. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
  3. Segi hukum
  4. Segi Budaya
  5. Segi batas wilayah
  6. Segi kesehatan.
Contohnya:
NATO, ANZUS, SEATO, CGI, IMF, dan IBRD

D.    Perjanjian Internasional Berdasarkan Instrumennya
Berdasarkan instrumennya, maka perjanjian internasional (PI) ada yang berbentuk tertulis, ada pula yang lisan. PI tertulis dituangkan dalam bentuk formal secara tertulis, antara lain berupa treaty, convention, agreement, arrangement, charter, covenant, statute, constitution, protocol, declaration, dan lain-lain. Sedangkan PI lisan diekspresikan melalui instrumen-instrumen tidak tertulis. Ada berbagai macam PI tidak tertulis, misalnya:
1.      Perjanjian Internasional Lisan (international oral agreement)
PI lisan disebut juga gentlement agreement, biasanya disepakati secara bilateral, untuk mengatur hal-hal yang tidak terlalu rumit, bersifat teknis namun merupakan materi umum.  Misalnya: 
q  The London Agreement 1946 yang     mengatur distribusi keanggotaan            Dewan Keamanan (DK) PBB.


2.      Deklarasi Sepihak (Unilateral Declaration)
Deklarasi Unilateral adalah pernyataan suatu negara yang disampaikan wakil negara tersebut yang berkompeten (presiden, perdana menteri, menteri luar negeri, menteri-menteri lain) dan ditujukan kepada negara lain. Deklarasi itu dapat menjadi perjanjian apabila memang mengandung maksud untuk berjanji sehingga menimbulkan kewajiban pada negara yang berjanji dan hak yang dapat dituntut oleh negara yang menjadi tujuan deklarasi tersebut. Misalnya: pernyataan kemerdekaan oleh rakyat Palestina.
3.      Persetujuan Diam-Diam (Tacit Agreement atau Tacit Consent) atau Persetujuan Tersimpul (Implied   Agreement)
Perjanjian ini dibuat secara tidak tegas artinya adanya PI tersebut dapat diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif dari suatu negara atau subyek hukum internasional lainnya.
E.     Perjanjian Internasional Berdasarkan Kaidah hukum yang Dilahirkannya.
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
1.      Treaty Contract 
            Treaty Contract Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku atau mengikat antara pihak-pihak yang bersangkutan saja.Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral. Perlu menjadi catatan bahwa sebagaimana sifatnya yang khusus dan tertutup menyangkut kepentingan-kepentingan para pihak yang bersangkutan saja, maka tidak ada relevansinya bagi pihak lain untuk ikut serta sebagai pihak di dalamnya dalam bentuk intervensi apapun, maupun relevensinya bagi para pihak yang bersangkutan untuk mengajak atau membuka kesempatan bagi pihak ketiga untuk ikut serta di dalamnya. Misalnya:
a.       Perjanjian Ekstradisi 1974 antara Indonesia dan Malaysia.
b.      Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.
2.      Law Making Treaty
Law Making Treaty Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian itu, ditinjau dari segi isi atau materinya maupun kaidah hukum yang dilahirkannya tidak saja berkenaan dengan kepentingan subjek-subjek hukum yang dari awal terlibat secara aktif dalam proses pembuatan perjanjian tersebut, melainkan juga dapat merupakan kepentingan pihak-pihak lainnya atau bersifat multilateral.
Oleh karena itulah dalam konteks subjek hukumnya adalah Negara.Biasanya negara-negara perancang dan perumus perjanjian itu membuka kesempatan bagi negara-negara lain yang merasa berkepentingan untuk ikut sebagai peserta atau pihak dalam perjanjian tersebut. Semakin bertambah banyak negara-negara yang ikut serta di dalamnya maka semakin besar pula kemungkinannya menjadi kaidah hukum yang berlaku umum. 
Law making treaty ini pun dapat dijabarkan lagi berdasarkan jenisnya menjadi:
a.       Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diaturnya adalah masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
b.      Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan         kepentingan sebagian           besar atau seluruh negara di dunia.
c.       Perjanjian terbuka atau umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah ataupun objeknya hanya terbatas bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu saja.
Misalnya:
1.Konvensi Hukum Laut tahun 1958,
2.Konvensi Wina tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik,

F.      Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosedur atau Tahap Pembentukannya
Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
  1. Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap
            Perjanjian melalui dua tahap ini hanyalah perjanjian yang bersifat sederhana sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature).
Pada tahap perundingan wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu. Perumusan itu nantinya merupakan hasil kata sepakat antara pihak yang akhirnya berupa naskah perjanjian.
            Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatangan, maka perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua tahap, mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati itu.
2.      Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap
Perjanjian ini bersifat penting.Pada Perjanjian Internasional ini, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.
            Dengan dilalui tahap pengesahan atau tahap ratifikasi ini, maka perjanjian itu baru berlaku atau mengikat para pihak yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi maupun materi dari perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya menyangkut hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang bersangkutan. Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya masalah tersebut, ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
Contoh Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap
q  Status kewarganegaraan Indonesia-      RRC,   ekstradisi.
q  Laut teritorial, batas alam daratan.
q  Masalah karantina, penanggulangan       wabah penyakit AIDS.

G.    Perjanjian Internasional Berdasarkan Cara Berlakunya
Dari segi cara berlakunya,Perjanjian Internasional dibedakan atas :
1.      self executing (berlaku dengan sendirinya)
            Disebut self executing,bila sebuah perjanjian internasional           langsung berlaku setelah diratifikasi oleh negara tertentu.
2.      non self-executing.
            Disebut non self-executing,bila sebuah Perjanjian           Internasional harus dilakukan perubahan UU terlebih dahulu             sebelum berlaku.
H.    Perjanjian Internasional Berdasarkan jangka waktu berlakunya
Pembedaan atas Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional,hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya.Dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu.karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas. Misalnya, jika objek yang diperjanjikan itu sudah terlaksana atau terwujud sebagaimana mestinya,maka perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya. 
Ada memang perjanjian-perjanjian yang tidak menetapkan batas waktu berlakunya karena dimaksudkan berlaku sampai jangka waktu yang tidak terbatas, sepanjang dan selama perjanjian itu masih dapat memenuhi keinginan para pihak atau masih mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan umum, namun sesungguhnya perjanjian ini tetap terbatas, yakni pada kebutuhan dan perkembangan zaman itu sendiri.  
            Dilihat dari sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengandung kaidah hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang bersangkutan



Sumber : Modul Pkn XI SMK semester 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar