Perjanjian internasional adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek
hukum internasional (misalnya negara, lembaga internasional) yang menurut
hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat
kesepakatan.Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat
digolongkan kedalam 8 (Delapan) segi, yaitu:
- Berdasarkan Jumlah Pesertanya
- Berdasarkan Subjeknya
- Berdasarkan Objeknya/Isinya
- Berdasarkan Instrumennya
- Berdasarkan Kaidah hukum yang Dilahirkannya
- Berdasarkan Prosedur atau Tahap Pembentukannya
- Berdasarkan Cara Berlakunya
- Berdasarkan jangka waktu berlakunya
A. Perjanjian Internasional Berdasarkan Jumlah Pesertanya
Secara garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian
Internasional dibagi lagi ke dalam:
- Perjanjian Internasional Bilateral
Perjanjian Internasional
Bilateral yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang
terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara
dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari
perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed
treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan
terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak
mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku
sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai
kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak,
tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
Contoh Perjanjian Internasional Bilateral:
q Perjanjian antara Indonesia
dengan Filipina tentang pemberantasan, penyelundupan dan bajak laut.
q perjanjian Indonesia dengan
RRC pada tahun 1955 tentang dwi
kewarganegaraan.
q perjanjian ekstradisi antara
Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
2. Perjanjian Internasional
Multilateral
Perjanjian Internasional Multilateral yaitu Perjanjian Internasional yang
peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua
subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian
multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung
pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral
yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan
masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau
yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus
tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian
bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya
semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki
corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu
tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum
internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut,
tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks
negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara
di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja.
Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang
membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam
perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini
cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara
umum atau universal.
Contohnya:
q Konvensi hukum laut tahun
1958 (tentang Laut teritorial,
Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi
Esklusif, dan Landas Benua).
q konvensi Wina tahun 1961
(tentang hubungan diplomatik),dan
q konvensi Jenewa tahun 1949
(tentang perlindungan korban perang).
B. Perjanjian Internasional Berdasarkan Subjeknya
Perjanjian Internasional berdasarkan subjeknya terbagi atas :
- Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
- Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
- Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya.
Contohnya:
q Perjanjian antar organisasi
internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
q Kerjasama ASEAN dan MEE.
C. Perjanjian Internasional Berdasarkan Objeknya/Isinya
Dari segi objek/isi, perjanjian internasional dapat berisi tentang :
- Segi politik, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
- Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
- Segi hukum
- Segi Budaya
- Segi batas wilayah
- Segi kesehatan.
Contohnya:
NATO, ANZUS, SEATO, CGI, IMF, dan IBRD
D. Perjanjian Internasional Berdasarkan
Instrumennya
Berdasarkan instrumennya, maka perjanjian internasional (PI) ada yang
berbentuk tertulis, ada pula yang lisan. PI tertulis dituangkan dalam bentuk
formal secara tertulis, antara lain berupa treaty, convention, agreement,
arrangement, charter, covenant, statute, constitution, protocol, declaration,
dan lain-lain. Sedangkan PI lisan diekspresikan melalui instrumen-instrumen
tidak tertulis. Ada berbagai macam PI tidak tertulis, misalnya:
1.
Perjanjian Internasional Lisan (international oral agreement)
PI lisan disebut juga gentlement agreement, biasanya
disepakati secara bilateral, untuk mengatur hal-hal yang tidak terlalu rumit,
bersifat teknis namun merupakan materi umum.
Misalnya:
q The London Agreement 1946 yang mengatur distribusi keanggotaan Dewan Keamanan (DK) PBB.
2.
Deklarasi Sepihak (Unilateral Declaration)
Deklarasi Unilateral adalah pernyataan suatu negara yang disampaikan
wakil negara tersebut yang berkompeten (presiden, perdana menteri, menteri luar
negeri, menteri-menteri lain) dan ditujukan kepada negara lain. Deklarasi itu
dapat menjadi perjanjian apabila memang mengandung maksud untuk berjanji sehingga
menimbulkan kewajiban pada negara yang berjanji dan hak yang dapat dituntut
oleh negara yang menjadi tujuan deklarasi tersebut. Misalnya: pernyataan kemerdekaan oleh rakyat
Palestina.
3.
Persetujuan Diam-Diam (Tacit Agreement atau Tacit
Consent) atau Persetujuan Tersimpul (Implied Agreement)
Perjanjian ini dibuat secara tidak tegas artinya adanya PI tersebut dapat
diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif
dari suatu negara atau subyek hukum internasional lainnya.
E. Perjanjian Internasional Berdasarkan Kaidah hukum yang
Dilahirkannya.
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2
(dua) kelompok:
1.
Treaty Contract
Treaty
Contract Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian
yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
hanya berlaku atau mengikat antara pihak-pihak yang bersangkutan
saja.Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian
multilateral. Perlu menjadi catatan bahwa sebagaimana sifatnya yang khusus
dan tertutup menyangkut kepentingan-kepentingan para pihak yang bersangkutan
saja, maka tidak ada relevansinya bagi pihak lain untuk ikut serta sebagai
pihak di dalamnya dalam bentuk intervensi apapun, maupun relevensinya bagi para
pihak yang bersangkutan untuk mengajak atau membuka kesempatan bagi pihak
ketiga untuk ikut serta di dalamnya. Misalnya:
a. Perjanjian Ekstradisi 1974
antara Indonesia dan Malaysia.
b. Perjanjian Indonesia dan RRC
tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut
hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.
2.
Law Making Treaty
Law Making Treaty Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka,
merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang
dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula
tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut. Dengan
demikian perjanjian itu, ditinjau dari segi isi atau materinya maupun kaidah
hukum yang dilahirkannya tidak saja berkenaan dengan kepentingan subjek-subjek
hukum yang dari awal terlibat secara aktif dalam proses pembuatan perjanjian
tersebut, melainkan juga dapat merupakan kepentingan pihak-pihak lainnya atau
bersifat multilateral.
Oleh karena itulah dalam konteks subjek hukumnya adalah Negara.Biasanya
negara-negara perancang dan perumus perjanjian itu membuka kesempatan bagi
negara-negara lain yang merasa berkepentingan untuk ikut sebagai peserta atau
pihak dalam perjanjian tersebut. Semakin bertambah banyak negara-negara yang
ikut serta di dalamnya maka semakin besar pula kemungkinannya menjadi kaidah
hukum yang berlaku umum.
Law making treaty ini pun dapat dijabarkan lagi berdasarkan jenisnya
menjadi:
a.
Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang
isi atau masalah yang diaturnya adalah
masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
b.
Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi
atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan kepentingan
sebagian besar atau seluruh
negara di dunia.
c.
Perjanjian terbuka atau umum yang berdasarkan ruang
lingkup masalah ataupun objeknya hanya terbatas bagi negara-negara dalam satu
kawasan tertentu saja.
Misalnya:
1.Konvensi Hukum Laut tahun 1958,
2.Konvensi Wina tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik,
Misalnya:
1.Konvensi Hukum Laut tahun 1958,
2.Konvensi Wina tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik,
F. Perjanjian Internasional Berdasarkan Prosedur atau
Tahap Pembentukannya
Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional
dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
- Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap
Perjanjian melalui dua
tahap ini hanyalah perjanjian yang bersifat sederhana sesuai untuk
masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan.
Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap
penandatanganan (signature).
Pada tahap perundingan wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum
atau tempat yang secara khusus membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang
dirundingkan itu. Perumusan itu nantinya merupakan hasil kata sepakat antara
pihak yang akhirnya berupa naskah perjanjian.
Selanjutnya memasuki
tahap kedua yaitu tahap penandatangan, maka perjanjian itu telah mempunyai
kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan. Dengan demikian, tahap
terakhir dalam perjanjian dua tahap, mempunyai makna sebagai pengikatan diri
dari para pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati itu.
2. Perjanjian Internsional yang
melalui tiga tahap
Perjanjian ini bersifat penting.Pada Perjanjian Internasional ini, sama
dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap
ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan
itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian,
melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah
berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan
yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang
telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak,
maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya
masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.
Dengan dilalui tahap
pengesahan atau tahap ratifikasi ini, maka perjanjian itu baru berlaku atau
mengikat para pihak yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi maupun materi
dari perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya menyangkut
hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang
bersangkutan. Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya
masalah tersebut, ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
Contoh Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap
q Status kewarganegaraan
Indonesia- RRC, ekstradisi.
q Laut teritorial, batas alam
daratan.
q Masalah karantina,
penanggulangan wabah penyakit AIDS.
G. Perjanjian Internasional Berdasarkan Cara Berlakunya
Dari segi cara berlakunya,Perjanjian Internasional dibedakan atas :
1.
self executing (berlaku dengan sendirinya)
Disebut self
executing,bila sebuah perjanjian internasional langsung
berlaku setelah diratifikasi oleh negara tertentu.
2.
non self-executing.
Disebut non
self-executing,bila sebuah Perjanjian Internasional
harus dilakukan perubahan UU terlebih dahulu sebelum
berlaku.
H. Perjanjian Internasional Berdasarkan jangka waktu
berlakunya
Pembedaan atas Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu
berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri,
sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional,hal ini ditentukan secara tegas.
Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas
dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya.Dibutuhkan pemahaman yang
mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu.karena hakikatnya
perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau
terbatas. Misalnya, jika objek yang diperjanjikan itu sudah terlaksana atau
terwujud sebagaimana mestinya,maka perjanjian tersebut berakhir dengan
sendirinya.
Ada memang perjanjian-perjanjian yang tidak menetapkan batas waktu
berlakunya karena dimaksudkan berlaku sampai jangka waktu yang tidak terbatas,
sepanjang dan selama perjanjian itu masih dapat memenuhi keinginan para pihak
atau masih mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan umum, namun sesungguhnya
perjanjian ini tetap terbatas, yakni pada kebutuhan dan perkembangan zaman itu
sendiri.
Dilihat dari sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengandung kaidah hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang bersangkutan
Dilihat dari sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengandung kaidah hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang bersangkutan
Sumber : Modul Pkn XI SMK semester 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar