Kamis, 18 Oktober 2012

Kilasan Jejak


Mewangi aromamu yang menusuk sisi paru
Ibarat semerbak syurga dari tubuh Masyitoh di tungku Fir’aun
Simpul pipi yang merekah ketika bias senyum mengembang di bibir basah
Ibarat telapak Mulawarman menghias bongkah batu membisu

Saat itu…
Ya saat itu ketika pandangan tertutup sembilu
Di remang hari kau teriakkan kesakitanku
Terbujur kaku mengais detik jam berlalu

Terngiang kokoh janji terhujam di lubuk sanubari
Dan masih kurasakan usapan jari di ujung mataku
Temani diri duduk di dipan bambu penghujung hari
Merangkai kata menjadi cerita di langit biru

Masyitoh pergi…
Mulawarman pergi…
Engkau? Engkapun pergi…
Sisakan sangkur yang tertancap dalam karatnya hati

Aku yang masih duduk di bangku bambu
Hanya bisa berkisah tentang jalan yang pernah kita susun
Tentang asa yang membumbung tinggi melewati batas pandangku
Tentang dinginnya hari di balik terjal dinding waktu berlalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar